16 Desember 2009

17 Desember 2009

As usually...
aku ga tau pa yg harus aku kerjakan setelah membuka mata,..
yahhh...cigarettes,it the best i can do...

UT

let me join n let me show my best performance

stagnance

yeahhh...
belum ada yang berubah, q masih aja menyibukan diri di depan monitorku...
15th day before new year...
masih ada pengharapan yang besar agar semua berubah sebelum tahun berganti...

22 April 2009

Pergumulan yang Tak Kunjung Usai

Pergumulan yang Tak Kunjung Usai


Semuanya terasa begitu berat,
seluas aku memandang aku tidak menemukan apapun,
apalagi tujuanku,
entah hilang kemana,memudar,lenyap seiring dengan lenyapnya kekuasaanku,kehebatanku,kesombonganku.

Aku harus menuju kemana?
aku sama sekali buta,
yang bisa aku lakukan sekarang hanya diam,
aku masih menunggu,
akankah ada pertolongan datang,
akankah ada seseorang yang akan menunjukanku kemana aku harus berlari,
atau Tuhan akan mengembalikan penglihatanku,
hingga aku mampu mengejar tujuanku
yang selama ini menungguku yang tengah duduk terdiam.

Entah kapan pertolongan itu datang,
sampai sekarang semuanya masih memendar,
yang ada hanya setitik harapan.
Terkadang terlintas bayang-bayang kematian, menakutkan.
tapi juga penuh pertanyaan, mungkinkah akan lebih indah?
Tapi bagaimana cara menujunya?
Kenapa Tuhan tidak segera mendatangkannya padaku?
Masih ada sejuta pertanyaan yang jawabannya tidak akan pernah melegakan.

Entah mengapa kebuntuan ini aku temui ketika hal-hal yag biasanya menguatkanku telah tiada,
Semua ini telah menghempaskanku, melemahkanku, meremukanku.

Elegi Jumat pagi

Elegi Jumat Pagi

Aku menunggu sesuatu yang tiada
Aku menanti hal yang fana
Aku berharap kepada fatamorgana
Aku terkekang dalam penjara kesombonganku
Aku terkurumg dalam jeruji keangkuhanku
Aku terasing dari dirku sendiri

Memang, aku masih mampu untuk berdiri,
Tapi aku tak mampu melangkah
Aku tak sanggup beranjak dari pijakan kakiku
Aku tak mampu berbuat
Aku tak berdaya untuk bertindak
Aku hanya bisa melihat kehancuranku
Aku hanya mampu menatap kebodohanku

Bayangan-bayangan yang dulu nampak sangat mengerikan,
Kini telah benar-benar berada di hadapanku,
Benar-benar harus kuhadapi...

20 April 2009

Putra Mahkota dan Si Miskin

Putra Mahkota dan Si Miskin


Apakah kehidupan itu? Apakah karena emasnya, peraknya, gedung-gedungnya, dan kedudukan-kedudukannya, ataukah karena jabatan-jabatannya?

Semuanya bukan, melainkan dunia hanyalah main-main, senda gurau berbangga-bangga, bermegah-megahan, bermewah-mewah, pamer, besar diri, ketenaran, dan popularitas.

Akan tetapi, hakikat yang kekal hanyalah iman dan amal yang shalih. Pada suatu hari Ali, putra mahkota Al-ma’mun, khalifah ‘Abbasiyyah keluar, lalu melongokkan pandangannya dari balkon istana memandang ke arah pasar kota Baghdad. Dia memandang dari puncak istana yang megah, makanannya lezat, kendarannya empuk, dan hidupnya menyenangkan.

Dia mengenakan pakaian yang terindah dan memakan makanan yang paling enak. Selama hidupnya dia tidak pernah merasakan apa yang namanya lapar dan tidak pernah merasakan haus selamanya. Dahinya pun tidak pernah tersentuh oleh sinar matahari.

Ia memandang dari balkon istana hilir mudik orang-orang yang ada di dalam pasar. Yang ini pergi dan yang lain datang dalam gerakan yang rutin.

Pandangan putra mahkota tertuju pada seorang lelaki dari sekian banyak manusia yang dilihatnya. Lelaki itu bekerja sebagai kuli pikul yang memikul barang-barang orang lain dengan upah Pada diri diri lelaki itu terdapat tanda keshalihan dan ahli ibadah.

Tambangnya berada pada kedua sisi pundaknya, sedang barang yang dipikulnya berada di atas punggungnya. Dia memikul barang-barang dari satu toko ke toko yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain. Putra mahkota dari atas istana memperhatikan bahwa bila waktu Dhuha mencapai pertengahannya, tukang pikul ini meninggalkan pasar dan pergi menuju tepi sungai Tigris, lalu mengambil air wudhu’ dan shalat dua raka’at. Selanjutnya, ia menadahkan tangan nya berdo’a kepada yang MahaHidup lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.

Mahasuci Allah yang dapat dihubungi oleh orang-orang fakir miskin. Mahasuci Allah yang berlindung kepada-Nya orang-orang yang teraniaya dan orang-orang yang tertindas. Mahasuci Allah yang dikenal oleh orang-orang yang sederhanadan terhalang dari kebanyakan orang kaya dan orang-orang yang terpandang.

Tersebutlah bahwa kuli pikul ini apabila selesai dari Shalat Dhuhanya, ia kembali bekerja sampai saat menjelang Dhuhur. Selanjutnya, ia membeli roti sedirham, lalu roti itu dibawanya ke tepi sungai Tigris, lalu roti itu ia basahi ia basahi dengan air terlebih dahulu baru ia makan dan minum.

Setelah makan ia mengambil air wudhu’ untuk shalat Dhuhur dan shalat, kemudian berdo’a, beribtihal, menangis, dan menyeru Allah Yang Mahahidup kekal lagi terus menerus makhluk-Nya.

Selanjutnya, ia tidur sesaat. Sesudah tidur ia bangun lalu turun ke pasardan bekerja lagi dengan sungguh-sungguh. Sesudah itu ia membeli roti, lalu pulang ke rumahnya.

Pada hari yang kedua ia kembali melakukan kegiatan rutinnya seperti biasa tanpa ada perubahan. Hal yang sama ia lakukan pada hari ketiga dan keempatsampai beberapa hari berikutnya.

Akhirnya, putra mahkota itu pun menyuruh salah seorang pengawalnya untuk memanggil tukang pikul itu, karena ia ingin berbicara dengannya di istana. Pegawai pergi, lalu memanggil tukang kuli pikul itu. Ketika melihat kedatangan seorang pengawal kerajaan, kuli pikul itu berkata pada dirinya sendiri; “ Ada urusan apakah tentara Bani ‘Abbas ini datang kepadaku? Kurasa aku tidak punya urusan dengan khalifah.”

Mereka berkata; “ Putra mahkota memerintahkan kepadamu untuk menghadap beliau sekarang juga.” Seketika terlintaslah dalam benak si miskin ini bahwa putra mahkota akan menginterogasi atau menghukum dirinya. Untuk itu, ia berkata: “Hasbunallah wa ni’mal wakiil.” (Cukuplah Allah menjadi pelindung kami. Dia adalah sebaik-baik penolong.)

Kalimat ini dalah senjata orang-orang miskin, orang-orang yang lemah, tetapi dapat merubuhkan kecongkakan orang-orang yang melampaui batas, dapat membobol brikade besi, dan dapat menjebol banteng yang kokoh.

Ibrahim AS ketika ditangkap, sedang api telah menyala dengan hebatnya, lalu mereka melemparkannya ke dalam kobaran api itu, ia mengeluarkan senjatanya dan berdo’a; “Hasbunallah wa ni’mal wakiil” Seketika kembalilah Ibrahi AS dengan membaw nikmat dari Allah dan karunia-Nya tanpa tersentuh oleh suatu keburukan pun.

Orang miskin ini masuk menemui putra mahkota, ‘Ali bin Ma’mun, dan mengucapkan salam kepadanya. Putra mahkota bertanya kepadanya; “Apakah kamu mengenalku?” Ia menjawab: “Aku belum prnah melihat tuan, tetapi aku mengenal tuan.”
Putra mahkota berkata: “Aku adalah anak khalifah.” Ia berkata:”Orang-orang mengatakan demikian.”Putra mahkota bertanya lagi:”Apakah pekerjaanmu?” Ia menjawab: “Aku bekerja bersama hamba-hamba Allah di negeri Allah.” Putra mahkota berkata: “ Aku telah melihatmu beberapa hari ini dan kulihat kamu begitu sengsara, maka aku ingin meringankan penderitaanmu.” Ia bertanya: “ Dengan cara apa tuan melakukannya?” Putra mahkota berkata: “ Tinggalah kamu dan keluargamu di istana bersamaku. Kamu akan hidup senang, tinggal makan dan minum tanpa ada kesusahan, tanpa ad penderitaan, dan tanpa ada kesedihan.” Si miskin menjawab: “Wahai putra khalifah, tiada kesusahan bagi orang yang tidak berdosa, tiada penderitaan bagi orang yang tidak durhaka, tiada kesedihan bagi orang yang tidak melakukan keburukan.”

Adapun orang yang berpetang hari dalam kemurkaan Allah dan berpagi hari dalam kedurhakaan terhadap Allah, maka dia adalah orang yang selalu menetapi kesusahan, kesedihan, dan penderitaan.

Putra mahkota menanyainya tentang keluarganya, maka si miskin menjawab: “Hanya ibuku yang sudah tua renta dan saudaraku perempuanku yang buta lagi papa.” Aku datang dengan membawa roti untuk berbuka keduanya sebelum matahari tenggelam, karena keduanya selalu puasa setiap hari. Kami makan bersama kemudian tidur.” Putra mahkota bertanya: “Kapan engkau bangun?” Ia menjawab: “Apabila rahmat yang maha hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nyaturun ke langit yang terdekat(waktu Shahur).” Putra mahkota bertanya lagi: “ Apakah kamu punya utang?” Ia menjawab: “ Dosa-dosa yang terus kulakukanantara aku dan Allah.”

Putra mahkota bertanay: “Apakah kamu ingin hidup seperti kami?’ ia menjawab: “Tidak, Dema Allah” Putra mahkota bertanya: “Mengapa?” Ia menjawab: “Aku takut kalbuku akan menjadi keras dan agamaku menjadi terlantar.” Putra mahkota berkata: “Apakah kamu lebih memilih menjadi tukang kuli pikul di pasardalam keadaan lapar di bawah terik matahari, tidak berpakaian, susahsedih lagi sengsara, dan tidak mau hidup bersamaku di dalam istana kerajaan?” Ia menjawab: “Benar, Demi Allah.” Si miskin pun turun dan meninggalkan putra mahkota.

Putra mahkota merenung dan berpikir menggunakan perasaan yang sendu sesudah mendengar ceramah keimanan dari si miskin dan kabunya tersentuh oleh pelajaran tauhid.

Pada suatu malam putra mahkota terbangun dari tidurnya yang begitu lelap lagi lama. Ia disadarkan oleh penyeru dari Allah yang membangunkannya.

Putra mahkota terbangun di tengah malam, lalu berkata kepada pengawal pribadinya: “Aku akan pergi ke suatu tempat. Setelah itu berlalu tiga hari dari kepergianku, sampaikan olehmu kepada ayahku, bahwa aku pergi dan akan bersua lagi dengannya pada hari penampilan yang terbesar(hari kiamat di padang Mahsyar).”

Mereka bertanya: “Mengapa, engkau akan pergi?” Putra mahkota berkata: “Aku pandangi diriku dan ternyata berada dalam kealpaan, tidur yang nyenyak, terlantar, dan sesat, maka aku ingin hijrah kepada Allah dengan membawa ruhku.”

Ia pun berangkat meninggalakan istana menanggalkan baju kenbesarannya dan mengenakan pakaian miskin. Lalu pergi menempuh hingga lenyap dari pandangan mata. Adapun khalifah tidak mengetahui dan juga penduduk kota Baghdad kemana arah yang dituju putra mahkota.

Saat terakhit pelayan melihat putra mahkota ialah hari dimana ia meninggalkan istana menaiki kendaraannya menuju ke Wasith sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sejarah. Putra mahkota telah mengubah penampilan dirinya dan menjadi seperti orang miskin serta bekerja pada seorang saudagar untuk membuat batu bata.

Dia mempunyai wirid yang selalu ditetapinya dan menghafal Al-Quran, puasa Senin kamis, malam harinya qiyamul lail dan berhubungan dengan Allah Yang Mahahidup. Dai tidak mempunyai uang yang cukup untuk keperluan hidupnay sehari-harinya.

Seketika lenyaplah kesusahan dan kesulitannya dan lenyaplah kesedihannya dan lenyap pula rasa besar diri, sombong, dan angkuh dari dalam kalbunya.

Ketika ajal sudah mendekatinya, ia memberikan kepada saudagar itu, cincin yang selalu dipakainya dan berkara: “Aku sebenarnya adalah anak khalifah Al-Ma’mun. Apabila aku mati, mandikanlah, kafanilah, dan kuburkanlah aku, kemudian serahkan cincin ini kepada ayahku.”

Saudagar itu pun memandikan, mengkafani, dan menguburnya, lalu ia membawa cincin itu kepada Al Ma’mun.

Pada mulanya khalifah mengira bahwa putranya telah terbunuh di suatu tempat tanpa ada kabar beritanya. Setelah ia melihat cincin itu, ia pun sangat terkejut dan menangis, lalu sang khalifah menanyakan kepada saudagar perihal anaknya, si saudagar pun menceritakannya.

Setelah mendengar ceritanya, sang khalifah dan semua menterinya menangis. Mereka mengetahui bahwa putra mahkota telah menemukan jalannya, tetapi mereka tidak mau berjalan bersamanya.

Ini adalah salah satu kisah sejarah yang terbukti kejadiannya dan diabadikan. Oleh karena itu adakah orang yang berakal dan merenungkan Kitabullah??? Adakah orang yang menyadari bahwa kebahagiaan itu ada pada sujud pada Allah, membaca kitabullah, dan berdzikir menyebut nama Allah?

Berapa banyak orang miskin yang memperoleh kenikmatan di sisi Allah dan berapa banyak orang yang mengenal Allah memperoleh kebahagiaan.